RENUNGAN FILSAFATI; KUN FAYAKUN

Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun” (QS. Yasin: 82). Setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun” .

Segala sesuatu itu tercipta dari kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan hanya mengungkapkan kehendaknya melalui kata KUN, kita semua ini tercipta. Secara umum kaum beragama meyakini hal itu.

KUN bukanlah sebuah proses yang singkat dan terjadi begitu saja. Sebagaimana pemahaman ilmu astronomi, proses terbentuknya bumi dan semua benda-benda di alam ini melalui proses evolusi sekian milyar tahun dan masih terus berproses sepanjang masa.

Bagaimana pun proses dan wujudnya, yang justeru kita ingin kaji secara filsafati adalah soal KEHENDAK, KEINGINAN alias KAREP dalam bahasa Jawa.

Mari kita mulai dari Immanuel Kant.

Kant membedakan dua dunia. Yang pertama adalah dunia yang dikenal oleh kita, dunia “fenomenal”, yaitu dunia objek-objek inderawi yang “dikonstruksikan” oleh subjek yang mengerti melalui peralatan kognitifnya : persepsi indrawi —dengan bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu— dan rasio —Verstand, dengan duabelas kategorinya.

Dunia kedua, yaitu dunia di belakang fenomen-fenomen itu, adalah Das Ding an Sich (realitas pada dirinya sendiri), bidang noumenal (dari nous, akal budi dalam bahasa Yunani) yang hanya kita ketahui bahwa ia ada, tetapi tidak kita ketahui bagaimana ciri-cirinya. Jadi, yang dapat kita ketahui hanyalah bidang fenomenal, sedangkan bidang noumenal tertutup bagi kita.

Kerangka pengertian Kant itu diambil alih oleh Schopenhauer, tetapi dengan dua perbedaan besar.

Bagi Schopenhauer, bidang noumenal itu bukan sebuah Das ding an sich, melainkan kehendak. Kehendak adalah realitas transendental, artinya realitas noumenal, di belakang realitas fenomenal atau empiris yang kita rasakan.

Jadi menurut Schopenhauer, realitas pada hakikatnya berupa kehendak. Di belakang dunia pengalaman kita, dunia empiris, terdapat Kehendak Transendental itu.

Yang kita tangkap dalam bidang fenomenal, jadi segala apa yang menjadi pengalaman kita baik di luar maupun di dalam diri kita, merupakan “gejalanya” atau, dalam bahasa Schopenhauer, idea (Vorstellung) kehendak transendental itu.

Dunia adalah kehendak dan bayangan (atau imajinasi); kehendak adalah realitas noumenal sebagai dasar, bayangan-bayangan adalah penjabarannya di alam fenomenal.

Perbedaan kedua antara Kant dan Schopenhauer ialah bahwa menurut Kant kita tidak dapat mengetahui Das Ding an Sich, sedangkan Schopenhauer merasa dapat mengetahuinya.

Hati kitalah yang membuka rahasia itu. Dalam hati kita temukan keinginan, hasrat, kerinduan, harapan, cinta, kebencian, pelarian, penderitaan, pemikiran, imajinasi; itulah hidup kita dan hidup kita adalah pengalaman dan pengalaman itu menyatakan diri sebagai kehendak.

Tubuh kita sama saja; kaki adalah objektivasi kehendak untuk berjalan, lambung untuk mencernakan, pendek kata, tubuh kita adalah obejektivikasi kehendak.yang kita rasakan pada diri kita itu lalu dialihkan pada seluruh alam semesta; segala gejala alam semesta pun bukan lain ungkapan atau fenomenisasi sebuah kehendak.

Kehendaklah yang mendasari segala kekuatan dan kejadian yang kita alami dalam alam semesta. Di belakang realitas fenomenal, realitas pengalaman empiris kita, terletak sebuah noumenal yang mendasarinya, yang bersifat kehendak.  Jadi, Schopenhauer menemukan bahwa Das Ding an Sich itu adalah Kehendak.

ANDALKAN INTUISI

Untuk sampai pada kesimpulan itu, schopenhauer menggunakan intuisi untuk mengenal kenyataan. Dalam kehidupan sehari-hari kita cenderung memisahkan gerakan tubuh dan kehendak. Gerakan tubuh itu lahiriyah dan kehendak itu batiniyah. Secara intuitif kita dapat menyadari bahwa gerakan tubuh dan kehendak itu satu dan sama.

Dalam pandangan Schopenhauer, gerakan tubuh yang bersifat lahiriyah itu tidak lain daripada “kehendak yang diobjektifkan”. Dengan peristilahannya sendiri, gerakan tubuh itu adalah “kehendak sebagai presentasi”. Dalam ruang dan waktu atau kenyataan sehari-hari kita menyaksikan keanekaan.

Menurut Schopenhauer semua itu hanya fenomenal, maya, sedangkan “Das Ding an Sich”mestilah tunggal. Dengan kata lain, di balik keanekaan lahiriyah itu ada sebuah kenyataan tunggal yang bersifat numenal. Itulah kehendak yang bersifat metafisis. Keanekaan itu hanyalah penampakan dari Kehendak. Jadi, gerakan magnit, tumbuh-tumbuhan, manusia, dll. Adalah penampakan dari kehendak metafisis yang tunggal.

Schopenhauer lebih rinci lagi mencirikan Kehendak itu sebagai “Kehendak untuk hidup” (der wille zum leben). Istilah “kehendak”  memberi kesan mengandung rasionalitas tertentu, tetapi Scopenhauer lebih memahaminya sebagai sesuatu yang buta, yaitu suatu dorongan untuk hidup, suatu kehendak purba (Urwille). Kehendak untuk mengejawentahkan diri dalam keanekaan penampakan, dari naluri hidup hewani yang paling rendah, sampai rasio manusia yang paling luhur.

Naluri rendah dan rasio dalam  pandangannya pada dasarnya merupakan penampakan Kehendak yang sama, yakni kehendak untuk hidup. Di sini Schopenhauer lalu menganut biologisme dalam pandangannya mengenai pengetahuan. Rasio manusia memiliki fungsi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiknya, sebagaimana tampak dalam industri dan teknologi.

Dengan kata lain, rasio dan pengetahuan adalah pelayan Kehendak, dan dalam arti ini fungsi rasio sama seperti fungsi cakar pada macan dan sayap pada burung. Dengan menganggap rasio atau roh sebagai budak Kehendak metafisis ini, Schopenhauer menolak Hegel yang menyamakan realitas dengan rasio. Yang sungguh-sungguh nyata bukanlah rasio, melainkan kehendak.

Kehendak adalah yang utama, abadi, tak bertempat, yang mengungkapkan dirinya dalam diri manusia sebagai dorongan, insting. Manusia mengetahui dirinya sebagai fenomena, bagian dari alam, sebagai badan organik yang meluas. Kehendak adalah diri yang nyata, badan adalah ekspresi dari kehendak.

Dunia adalah Kehendak dan idea. Kehendak ada di mana-mana, dan membimbing segalanya. Kehendak untuk hidup adalah asas kehidupan dan kesadaran. Kehendak mengendalikan pencerapan, memori, imajinasi, pertimbangan dan penalaran. Kita mencerap, yang kita kehendaki untuk mencerap. Kehendak disebabkan oleh kekuatan tidak sadar dan dorongan kehendak inilah yang menguasai intelegensi…



====================================
CATATAN REDAKSI:

Siapapun boleh mengirim artikel ke dalam blog Kampus Orang samar ini.
kirimkan artikel anda via https://eyangsamar.com/kirim-artikel
(otomatis masuk postingan blog ini)

untuk promosi Gemblengan / BAKTI SOSIAL / dll silakan kirim ke [email protected]
HARAP HATI-HATI TERHADAP PENIPUAN OKNUM YANG TIDAK BERTANGGUNGJAWAB .

Salam rahayu.
TTD
Eyang Samar Atas Angin
(Pendiri KOS)



FILSAFAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *