JATI DIRI KOS INDONESIA

Media blog seperti KOS ini sebenarnya sangat efektif untuk merangkai persaudaraan dan berbagi pengetahuan dan ilmu-ilmu dan marilah kita lanjutkan hal ini….

Sedulur-sedulur yang tergabung dalam KOS ini berasal dari beragam suku, agama, ras, golongan, organisasi apapun juga. Namun ketika kita mendaftarkan diri di KOS , maka di forum ini kita melepaskan atribut suku, agama, ras, golongan, organisasi tersebut dalam satu media bersama. Berdiri dan duduk di bangku yang sama. Baju sementara ditanggalkan dan kita bersepakat untuk berbicara dengan rendah hati dan saling mendengar dan berbagi.

Sejak di masuk SD kita diajari oleh guru-guru yang mulia bahwa cita-cita yang terbaik adalah membela bangsa dan negara. Sesudah kita dewasa, sekarang.kita selalu menyadari bahwa tugas mulia kita adalah bagaimana senantiasa nenyumbangkan tenaga dan pikiran kita untuk menyejahterakan rakyat, membela bangsa, membahagiakan masyarakat, rnenciptakan ketenteraman sosial. Apa saja yang mengancam ketenteraman sosial, akan kita perangi bersama-sama.

Keyakinan itulah yang saya patrikan dalam hati ketika dulu membangun blog KOS dengan susah payah. Bayangkan, setiap hari saya harus melekan untuk menulis artikel, memposting kiriman-kiriman dari pembaca. Tidak saya gubris betapa setiap hari anak dan isteri saya protes karena ayah atau suaminya sibuk seorang diri di meja kamar memelototi laptop. Saya terang-terangan mencuri waktu untuk keluarga, dan saya curahkan waktu untuk membangun blog ini. Protes, kritik adalah makanan sehari-hari saya. Namun kerja keras itu akhirnya terbayarkan ketika saya mendapatkan teman dan ketika saya bertatap muka langsung dalam berbagai forum, langsung menemui saya di rumah kontrakan atau dalam forum-forum lesehan KOS.

Saya amati, rata-rata kebanyakan sedulur yang menemui saya adalah berwajah kuyu, sinar mata mereka layu meskipun penuh semangat, dan pakaian mereka tentu saja—tidak trendy. Tentulah mereka tak punya kapasitas ekonomi untuk mengejar mode yang larinya selalu sangat lebih cepat dibanding ‘langkah’ gaji kita semua.

Terus terang, kalau bersentuhan dengan strata sedulur KOS, otak saya langsung curiga. Ini ada urusannya dengan bejana berhubungan. Saya akan memberi dan menyumbangkan seluruh jiwa raga untuk sedulur semua namun terus terang saya juga tidak bisa terus-terusan untuk memberi karena saya juga butuh sumber untuk memberi. Makanya, ada yang bilang menjadi orang kaya itu lebih enak karena bisa memberikan apa yang dia punya untuk yang lain. Maka, berlakulah adil.. kalau kita menuntut yang lain untuk memberikan yang terbaik maka yang perlu kita pikirkan adalah kita harus juga memberikan yang terbaik untuk yang lain.

Hidup adalah menikmati kebebasan. Kenapa manusia cenderung untuk mengikatkan diri pada belenggu ketidakbebasan? Biarlah KOS ini sebuah kumpulan individu yang tidak terikat satu sama lain yang bebas lepas merdeka dari pengaruh apapun. Itu sebabnya sejak awal saya menolak untuk menjadikan KOS ini organisasi yang resmi, berbadan hukum, dan lain-lain. Buat apa? Itu karena saya bebaskan diri dari membentuk sesuatu yang bebas kepentingan.

Maka alangkah idealnya KOS tidak menginduk ke organisasi massa, apalagi organisasi politik manapun. Saya akan menolaknya karena saya tidak butuh organisasi massa untuk bereksistensi. Untuk hidup, saya sudah cukup diikat oleh negara menjadi Warga Negara Indonesia. Buktinya? Saya punya KTP dan menjadi warga negara di sebuah organisasi besar seperti Indonesia ini sudah sangat mengikatkan mata batin dan pikiran sehari-hari.

Biarlah KOS menjadi kumpulan atau gerombolan yang tidak terkenal dan dikenal yang berada di pinggir hutan peradaban. Namun di dalamnya kita semua bisa berteduh dan ngiyup dengan santai. Leyeh leyeh untuk sekedar minum kopi, menghisap rokok dan bercengkrama dengan sedulur yang lain.

Terakhir…. pada titik tertentu marilah kita belajar pada segala sesuatu di alam semesta ini. Termasuk kepada Iblis. Kenapa? Sak nemen-nemene alias sejahat-jahatnya Iblis, dia tidak pernah merasa dirinya benar, dirinya baik, dirinya suci. Sementara kita memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk merasa benar, merasa baik dan merasa suci sehingga orang lain yang kita tuduh harus bertobat, itupun kita larang ia bertobat. Padahal kita ketakutan setengah mati kalau ia tidak bertobat sehingga mengamuk. Nah, dalam hal melarang manusia bertobat, kita sama dengan iblis. Tapi dalam hal memahami konsep tobat, iblis unggul dari kita.

Kita tidak tahu bahwa pertobatan kepada Allah dipersyarati oleh keberesan masalah dengan sesama manusia. Artinya kalau punya hutang, harus bayar dulu; kalau bersalah, dihukum dulu oleh manusia, baru Allah membuka pintu ampunannya. Kita tidak tahu itu, sedang iblis tahu persis.

Iblis, sesudah menggoda manusia dan menjerumuskannya agar dibakar oleh kobaran api dari dalam napsunya sendiri, berkata kepada Tuhan: “Wahai Tuhan, sesungguhnya aku sendiri takut kepadaMu…”. Sementara pada kita sangat sedikit indikator bahwa kita takut kepada Tuhan. Kita berani mengabaikan pembelaan Tuhan atas rakyat kecil, orang-orang teraniaya, orang-orang kalah dan tersingkir, anak-anak yatim peradaban. Kita bisa bahkan mendustai keberadaan mereka berpuluh tahun.

Manusia dijadikan mandataris kehidupan alam semesta dengan argumentasi bahwa manusia itu dholuman jahula. Lalim dan bodoh. Artinya, manusia sanggup menjadi pemimpin karena modal utamanya adalah rasa bersalah telah berbuat lalim, belum bisa menolong orang lain, sehingga ia senantiasa mendorong diri untuk berbuat sebaik-baiknya. Modal utamanya adalah sanggup merasa bodoh, tidak pinter, tidak unggul dari siapapun — sehingga ia selalu berendah hati untuk belajar.

Last but not least, tidak ada ceritanya masyarakat iblis dan setan bertengkar satu sama lain, sebagaimana kita manusia selalu dan terus menerus bertengkar memperebutkan khayal masing-masing, golek benere dhewe, mempertahankan benernya sendiri, mempertahankan organisasi kita, kepentingan kita dengan merasa yang lain lebih rendah dan hina, menggurui yang lain, memerlukan kehinaan saudaranya sendiri untuk mendapatkan kejayaan, membutuhkan kehancuran sesama manusia untuk memperoleh yang ia sangka kehormatan.

Itu menurut saya… bagaimana dengan anda?




====================================
CATATAN REDAKSI:

Siapapun boleh mengirim artikel ke dalam blog Kampus Orang samar ini.
kirimkan artikel anda via https://eyangsamar.com/kirim-artikel
(otomatis masuk postingan blog ini)

untuk promosi Gemblengan / BAKTI SOSIAL / dll silakan kirim ke [email protected]
HARAP HATI-HATI TERHADAP PENIPUAN OKNUM YANG TIDAK BERTANGGUNGJAWAB .

Salam rahayu.
TTD
Eyang Samar Atas Angin
(Pendiri KOS)



Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *