KH Ma'ruf Amin, Rais Aam Baru PBNU

KH Ma’ruf Amin menjadi salah satu anggota ahlul halli wal aqdi (Ahwa) pada Muktamar Ke-33 NU yang kemudian ditetapkan menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Rais Aam merupakan pimpinan tertinggi organisasi Islam terbesar di Asia Tenggara ini.

Kiai Ma’ruf lahir di Tangerang, 11 Maret 1943. Cicit Syekh Nawawi Banten ini mengawali pendidikannya dari Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Ma’ruf muda kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.

Di NU ia aktif dalam forum pembahasan hukum atau bahtsul masail. Ia adalah salah perumus Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam di Lingkugan NU pada Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung 1992.

Ia tercatat sebagai STAI Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta dan memperoleh doktor honoris causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sosoknya kemudian lebih dikenal publik saat menjadi Ketua MUI Pusat dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Ia juga pernah menjadi anggota Koordinator Dakwah (KODI) DKI Jakarta dan anggota BAZIS DKI Jakarta. Serta pernah menjadi Rais Syuriyah PBNU. Pada kepengurusan PBNU periode 2010-2015, ia mengemban amanah sebagai mustasyar PBNU.

Pengasuh Pesantren "An-Nawawi" Tanara Banten ini dikenal sebagai "singa" di Bathsul Masail. Kedalaman ilmunya membuat banyak yang tak berkutik ketika beliau sudah menyampaikan pandangannya, seperti yang terjadi di komisi bathsul masail maudluiyyah di Muktamar, kemarin.

Pasca ditetapkan menjadi Rais Aam, Kiai Ma'ruf berpidato mengajak semua pengurus NU dari ranting sampai pusat untuk bersatu membangun umat. Ia meminta NU mengerjakan program-program yang konkret untuk kemajuan dan kebesaran umat Islam.

KH Abdurahman Mustafa, Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah di NTT

Lahir di Kota Provinsi Kupang Nusa Tenggara Timur pada 7 Juli 1938, Abdurahman Mustafa berasal dari perkampungan Islam tertua Islam, kampung Air Mata di Kecamatan Kota Raja Kota Kupang. Ia adalah seorang tokoh ulama pejuang sejak masa orde lama menyebarkan ahlusunah wal jama’ah di kota Kupang maupun di beberapa kabupaten kota di wilayah pulau Flores, wilayah Pulau Timor dan wilayah pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Selaku imam kelima masjid tertua NTT Masjid Baitul Kodim Airmata Kota Kupang, tetap mempertahan ahlusunah wal jama’ah menjadi prinsip dasar islam, merasa kegembiraan teramat sangat mendalam. Karena telah melewati beban begitu berat lahir dari keluarga tokoh yang memperjuangkan Islam di kota Kupang.

Sejak kecil sudah dikenalkan dengan prinsip-prinsip ke-NU-an oleh seluruh rumpun keluarga. Ia menjalankan amanah dengan meneruskan syiar Islam semasa muda melalui berbagai kegiatan organisasi kepemudaan melaksanakan mengaji, beberapa TPA khusus masjid di wilayah kota Kupang, melaksanakan yasinanan bergilir, mengajar kunut pada kelompok-kelompok pengajian. Tak hanya disitu perjuangan, berbagai misi demi menegambangkan Aswaja melalui kelompok masyarakat kecil dari kampung ke kampung dan tetap menjaga kemejemukan antara umat beragama di wilayah kota kupang dan sekitarnya.

Berjuangan mendakwahkan Islam NU dari kampung ke kampung pada orde lama tentu banyak tantangan walaupun sedikit keberhasilan yang diraih. Ketika berbincang bersma NU Online di Kupang Nusa Tenggara Timur, ia mengatakan keberhasilan atas perjuangan tersebut bisa mengislamkan 15 ribu Warga Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) dari kelompok Kafir hingga masuk islam pada tahun 1960-1972.

Melalui berbagai cara, perjuang lewat pendidikan, pengajian sehingga masyarakat perkampungan dapat mengenal Islam dan memilih organisasi keagamaan adalah Nadhlatul Ulama (NU). Perjuangan pada masa itu, beberapa tokoh-tokoh muda dari kampung di kirim ke sekolah pesentren di Jawa. Agar mereka lebih mehamai NU lebih luas dan tidak menghilangkan cirri khas para pejuang pendiri NU.

Sebagai pendiri serta mantan Sekretaris Pertama NU Nusa Tenggara Timur (NTT)  pada tahun 1964, bermimpi akan terus menyebarkan ahlusunah waljama’ah kapanpun dan dimanapun. Walaupun hari ini dibilang usia yang cukup tua, tetapi perjuangan masih tetap terlihat melalui berbagai mimpar keagamaan.

Mantan Anggota DPR RI dari Fraksi NU pada tahun 1966-1970, KH. Abdurahman Mustafa, tetap mengontrol perkembangan NU melalui gedung senayan Jakarta. Tak merasa mewah berada di kursi empuk sebagai utusan NU Nusa Tenggara Timur, ketika turun ke NTT tetap mengunjungi basis-basis NU yang ada di beberapa kabupaten daratan timor, Sumba Maupun Flores.

Misi perjuangan sebagai tokoh syiar agama tetap patri perjuangan Islam, semasa lepas dari kursi senayan, mampu mendirikan beberapa Cabang Nadhlatul Ulama (NU) di seluruh pelosok Nusa Tenggara Timur.

Ia yang mendapat amanah sebagai Rais Suriah PWNU NTT berbagi pesan moral kepada seluruh kaum Nahdiyin di NTT agar tetap menjaga ahlusunnah sebagai landasan dasar Islam final dan Islam adalah agama yang rahmatan lilalamin. NU tetap menjaga nilai-nilai toleran sesama umat maupun sesama kelompok pemeluk agama lainnya.